Menghadapi Perubahan yang Berkelanjutan
I. Ruang lingkup perubahan yang berkelanjutan
Perubahan
dalam arti luas,adalah respon yang direncanakan atau tidak direncanakan
untuk menghadapi tekanan dan membangun kekuatan.Kekuatan teknologi,
ekonomi, social, politik telah menyebabkan organisasi atau perusahaan
memodifikasi pekerjaan selama beberapa decade.Hal ini akan menjadi tidak
realistis untuk menunjukkan adanya kesepakatan universal tentang
besarnya, jangka waktu, dan implikasi dari kekuatan ini(Kumar, 2003:5).
Aradea
dkk (2010:E-27) mengatakan bahwa Manajemen perubahan adalah serangkaian
proses yang digunakan untuk memastikan bahwa perubahan strategis yang
signifikan dalam organisasi dilakukan secara terkontrol dan sistematis,
untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan dalam rangka meningkatkan
keterlibatan dan pencapaian tujuan organisasi untuk transformasi
efektif.Pencapaian perubahan berkelanjutan dimulai dengan pemahaman yang
jelas tentang keadaaan organisasi saat ini, diikuti dengan pelaksanaan
strategi yang tepat dan ditargetkan.Perubahan adalah suatu yang sangat
sulit untuk dihindari, karena perubahan didorong oleh kekuatan internal
dan eksternal organisasi. Walaupun lingkungan suatu organisasi secara
terus menerus mengalami perubahan, hal ini perlu adanya penilaian
perubahan bagi siklus hidup organisasi. Hal ini berhubungan dan sangat
tergantung pada bentuk organisasi.
Perubahan, menurut Lewin,
terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap organisasi, individu,
atau kelompok.Model yang ditemukan oleh Kurt Lewin ini merupakan suatu
analisis kekuatan lapangan atau lingkungan internal dan eksternal
organisasi.Ia lebih mengedepankan pertanyaan “mengapa” individu,
kelompok, atau organisasi melakukan perubahan.Lewin menawarkan tiga
langkah untuk melakukan perubahan organisasi, yaitu: Unfreezing,
Changing, dan Refreezing.
a. Unfreezing yaitu suatu langkah
penyadaran kepada semua pihak dalam organisasi tentang perluanya
perubahan. Unfreezing akan dihadapkan dengan dilema atau
disconfirmation, individu atau kelompok menjadi sadar akan kebutuhan
untuk perubahan. Dalam langkah pertama ini lebih difokuskan pada
individu atau kelompok yang menolak perubahan untuk diberikan pengertian
dan harapan akan adanya perubahan yang akan dilaksanakan.
b.
Changing yaitu suatu langkah nyata untuk memperkuat kekuatan pendorong
(driving force) dan upaya memperlemah kekuatan penolak (resistences).
Pada langkah ini diperlukan diagnosa dan model baru perilaku untuk
dieksplorasi dan diuji. Pada langkah kedua ini mengandung suatu
penawaran pilihan yang lebih jelas bagi kekuatan penolak.
c.
Refreezing yaitu suatu langkah penerapan perilaku baru untuk dievaluasi
dan jika memperkuat perubahan, maka perlu diadopsi. Langkah ini lebih
menekankan adanya proses pembekuan, yaitu perilaku yang berhasil dirubah
perlu didukung oleh adanya sistem reward dan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kelompok kerja.
Perubahan organisasi
adalah sebagai suatu disiplin perubahan perencanaan yang menekankan pada
penerapan ilmu pengetahuan dan praktek keperilakuan untuk membantu
organisasi-organisasi mencapai efektivitas yang lebih besar.
Perubahan
di bagi menajadi dua yakni perubahan yang direncanakan dan perubahan
yang tidak direncanakan.Perubahan yang direncanakan adalah kegiatan
perubahan yang disengaja dan berorientasi tujuan.sementara perubahan
yang tidak direncanakan adalah kegiatan perubahan yang tidak disengaja
dan sifatnya hanya kebetulan saja.Untuk menghadapi perubahan yang tidak
direncanakan tersebut oganisasi membutuhkan fleksibilitas yang luar
biasa dan kemampuan organisasi dalam beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan(Robin,2003:47).Perubahan lingkungan binsis di lingkungan
kediklatan yang seringkali tidak mampu diprediksi menuntut
organisasi/perusahaan untuk mampu belajar dengan cepat,berinovasi secara
berkelanjutan, menciptakan strategi baru, mendeteksi dengan trend,
mmbuat keputusan yang tepat dan cepat dalam menangkap peluang
bisnis(Mujarudin,2006:4).
Tujuan dari adanya perubahan disatu
sisi untuk memperbaiki kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan dan di sisi lain, mengupayakan perubahan
perilaku karyawan untuk meningkatkan produktivitasnya.Perubahan harus
dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai hal agar
manfaat yang ditimbulkan oleh perusahaan harus lebih besar daripada
beban kerugian yang harus ditanggung.
II. Apakah perusahaan mampu bersaing dengan adanya perubahan?
Menghadapi
perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat, perusahaan didorong
untuk melakukan penrbahan agar dapat berkembang dan bertahan dalam
persaingan bisnis yang kompetitif. Dorongan untuk melakukan perubahan
tersebut dapat berasal dari dalam organisasi maupun dari luar
organisasi. Dorongan perubahan dari dalam organisasi adalah adanya
permasalahan sumber daya manusia dan permasalahan manajerial.
Permasalahan sumber daya manusia berasal dari persepsi karyawan tentang
bagaimana mereka diperlakukan di tempat kerja, dan adanya ketidakpuasan
kerja, yang biasanya berakibat pada menurunnya produktivitas, tingginya
tingkat absensi dan perputaran pekerja. Permasalahan manajerial dalam
organisasi meliputi konflik, kepemimpinan, maupun system pembayaran
(reward system) dalam organisasi. Dorongan dari luar organisasi untuk
merubah disebabkan adanya (1) perubahan pasar, (2) karakteristik
demografis, (3) perkembangan teknologi informasi, (4) keadaanan sosial
dan politik. Perubahan pasar dapat disebabkan karena terjadinya merger
dan akuisi, resesi, maupun meningkatnya persaingan bisnis domestic dan
intemasional. Perubahan karakteristik demografis umur pendidikan,
tingkat ketrampilan, gender,dan imigrasi yang pada akhirnya menyebabkan
tenaga kerja yang ada semakin beragam menyebabkan perusahaan harus
mengelola keragaman tersebut menjadi lebih efektif. Perkembangan
teknologi informasi yang terjadi memang menjadi dorongan kuat bagi
organisasi untuk berubah apabila perusahaa tidak mengikuti perkembangan
teknologi informasi, maka perusahaan akan tertinggal dengan perusahaan
lain. Sedangka tekanan sosial dan polotik yang terjadi membuat
perusahaan harus berpikir secara lebih global utnuk mencari peluang baru
guna mencapai kesuksesan.
Dorongan-dorongan untuk melakukan
perubahan tersebut menyadarkan perusahaan untuk melakukan perubahan .
banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan pada aakhirnya tutup
dikarenakan tidak mau berubah.
Pasar global merupakan kegiatan
yang yang bertujuan untuk memajukan Negara. Adanya pasar global
bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat luas dan lebih merata. Pasar
global adalah pilihan strategis yang menarik bagi perusahaan, akan
tetapi bukanlah sumber daya strategis satu-satunya. Faktanya, untuk
banyak perusahaan, yang mampu bersaing dengan sukses di pasar global
sekalipun, adalah penting bagi mereka untuk tetap memperhatikan pasar
domestik. Negara yang masuk kedalam pasar global tersebut bisa tidak
bisa harus menghadapi sebuah kompetisi atau persaingan. Dengan demikian,
perusahaan-perusahaan diseluruh dunia ditantang untuk menjadi lebih
bersaing secara strategis dalam pasar domestic mereka. Bagaimanapun,
karena patokan untuk bersaing secara strategis berhubungan drngan
standard global, perusahaan yang meningkatkan kemampuan untuk persaingan
domestic secara bersamaan ikut pula meningkatkan daya bersaing global
mereka. Didalam usaha-usaha dalam menghadapi persaingan pasar global
tersebut, semakin maksimal usaha yang dilakukan, maka semakin besar pula
daya saing yang akan dihadapi. Dengan keadaan tersebut, terdapat dua
kemungkinan yang akan dialami oleh suatu Negara, yaitu menjadi
perusahaan yang tumbang dan terkapar atau menjadi perusahaan yang akan
semakin maju dan berkembang. Dengan persaingan tersebut, maka suatu
Negara membutuhkan sebuah Strategi yang dapat menyongsong kemajuan
Negara. Karena Negara yang tidak memiliki kesiapan strategi dan mampu
bersaing dalam menghadapi pasar global tersebut, akan tergerus dan
terpinggirkan. Strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi persaingan
pasar global yaitu dalam bidang harga, produk, pemasaran, dan strategi
lainnya.
informasi makin menjadikan persaingan
turbulen. Hal ini tentu saja menimbulkan sebuah kondisi di mana masing-
masing perusahaan bersaing ketat dalam mengembangkan berbagai jenis
produk, meningkatkan kualitas produk ataupun dalam proses pemasaran
produk.Namun dalam persaingan yang semakin ketat, tidak jarang pula
timbul persaingan yang tidak sehat tersebut tentu saja akan menimbulkan
kuragian bagi perusahaan – perusahaan yang bersangkutan, dan untuk
mengatasinya di perlukan suatu kerjasama yang saling mengguntungkan.
Salah satu bentuk kerjasama yang dapat di tempuh adalah dengan
menggabungkan dua perusahaan atau lebih , baik yang sejenis maupun tidak
sejenis menjadi satu dan juga kemyataan menunjukkan bahwa banyak
diantaranya perusahaan yang menjalankan usaha berhasil mencapai tujuan
secara efektif dan efisien sesuai denagn rencana yang telah di
proyeksikan dan begitu pula tidak sedikit terdapat kasus salah urus
(mismanagemenr) yang mengganggu stabilitas kelangsungan hidup
perusahaan. .
Peta persaingan dan tentunya pola
pikir dari setiap karyawan dan manajemen termasuk pemilik harus selaras
dengan kebutuhan perubahan perusahaan karena faktor eksternal. Tiap
perusahaan berkepentingan memetakan peta persaingan dan perubahan dalam
persaingan yang dimilikinya . Untuk mengingatkan perlunya kesadaran
mendalam dan menyeluruh dimulai dari pemilik atau manajemen puncak, maka
kita perhatikan produk-produk China yang membanjiri hampir semua
sektor.Pola mereka sama dengan Jepang dan Taiwan pada awal mula mereka
masuk pasar global dengan harga murah meskipun produknya banyak
di-complain. Tapi ingat, mereka pasti menaikkan mutu produk untuk
membangun kepercayaan setelah 'harga murah' menjadi jurus pemasaran
pertama mereka dan tentunya mereka akan juga membangun after sales
service produk mereka melalui distribution network yang harus mereka
miliki baik dibangun sendiri atau kerjasama dengan mitra lokal untuk
menunjang after sales service.Salah satu faktor keberhasilan China
menjadi dapur dunia adalah karena faktor mentalitas dan motivasi kerja
yang luar biasa sehingga mereka mempunyai produktivitas kerja yang
tinggi.Mereka bekerja bukan diukur oleh jam kerja melainkan oleh output
yang harus mereka hasilkan.
III. Mengatasi perubahan dengan pengelolaan
Mengelola
perubahan merupakan hal yang harus dilakukan oleh pemimpin agar
perubahan yang telah direncanakan dapat berhasil sehingga mampu
meningkatkan produktivitas perusahaan. Salah satu permasalahan yang
sering muncul pada proses perubahan adalah adanya penolakan terhadap
perubahan (resistent to change). Di sinilah peran pemimpin diperlukan
untuk meyakinkan dan memotivasi para karyawan untuk melakukan perubahan.
Cummings & Worley (2005) mengemukakan bahwa pengelolaan perubahan
terfokus pada pengidentifikasian sumber-sumber penolakan terhadap
perubahan dan mencari cara bagaimana penolakan penolakan tadi dapat
diselesaikan. Penolakan terhadap perubahan merupakan fenomena yang
timbul dalam Yukl (2002) menjelaskan bebrapa hal yang menyebabkan
penolakan, yaitu:
Ketidakpercayaan kepada orang yang mengusulkan
perubahan. Halini akan menyebabkan efekyang bear terhadap sumber
penolakan yang lain.
Kepercayaan bahwa perubahan tidak diperlukan.
Apabila orang-orang dlam organisasi merasakan bahwa cara yang selama ini
mereka gunakan sudah baik, maka adanya rencana perubahan akan membuat
mereka menolaknya.
Kepercayaa bahwa perubahan tidak dapat dilakukan.
Proses perubahan yang akan dilakukan membutuhkan usaha yan gbesar,
sehingga perubahan yang radikal menyebabkan orangmeragukan keberhasilan
perubahan.
Ancaman ekonomi. Perubahan yang akan dilakukan membuat
karyawan merasa terancam dar segi ekonomi, misalnya perubahan dapat
menyebabkan kehilangan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau penggantian
manusia dengan teknologi informasi, sehingga mereka kehilangan
pekerjaan.
Perubahan biasanya berbiaya tinggi. Walaupun perubahan
biasanya membawa keuntungan besar bagi perusahaan, tetapi besarnya biaya
yang harus dikeluarkan oleh perusahaan membuat perusahaan berpikir
lebih mendalam sebelum menentukan utnuk melakukan perubahan.
Ketakuatan
kegagalan individu. Apabila orang-orang dalam organisasi sudah terbiasa
dengan cara lama, maka rencana perubahan membuat mereka takut, jika
menggunakan metode yang baru.
Kehilangan status dan kekuasaan.
Perubahan-perubahan besar dalam organisasi dapat menyebabkan beberpa
orang merasa terancam kehilangan kekuasaan dan status akibat adanya
perubahan.
Penolakan akan pengaruh. Ada beberapa orang yang menolak untuk berubah karena mereka tidak mau dikontrol oleh orang lain.
Stephen
P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior mengusulkan 6 (enam)
strategi yang bisa dipakai untuk mengatasi Resistensi perubahan :
1. Pendidikan dan Komunikasi :
Berikan
penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari
diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai
macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk
lainnya.
2. Partisipasi :
Ajak serta semua pihak
untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator
dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan.
3. Memberikan kemudahan dan dukungan :
Jika
pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri
pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat
penolakan.
4. Negosiasi :
Cara lain yang juga
bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang
menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang
mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja.
Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka.
5. Manipulasi dan Kooptasi :
Manipulasi
adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memelintir
(twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang
negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan
cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan
dalam mengambil keputusan.
6. Paksaan :
Strategi terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.
IV. Strategi perusahaan menghadapi perubahan yang berkelanjutan
Berbicara
tentang kata “strategi” pada mulanya hanya berkaitan dengan lingkungan
militer yaitu pada saat terjadinya peperangan. Strategi selalu melekat
pada seorang komandan dalam menghadapi musuh-musuhnya agar mencapai
kemenangan. Namun ada yang berpendapat bahwa strategi adalah seni.
Potter (1998) dalam Sagala (2004:227) mengatakan strategi sebagai suatu
seni dan ilmu dari pembuatan formulating), (penerapan (implementing),
dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategis antar fungsi
yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan dimasa
mendatang. Beberapa pakar mendefinisikan strategi dengan
penekanan-penekanan yang berbeda. Menurut Stuart Wells (1998:53)
Strategi adalah ilmu perencanaan dan penugasan operasi militer dalam
skala besar, khususnya kekuatan maneuver untuk mendapatkan posisi yang
menguntungkan dalam berhadapan dengan musuh.
Nanang Fattah &
H. Mohammad Ali. (2008:2.37) mendefinisikan strategi sebagai pemikiran
secara konseptual, realistis dan komprehensih tentang langkah-langkah
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Chandler dalam J. Salusu (2004:88) menyebutkan strategi sebagai suatu
penetapan dari tujuan dan sasaran jangka panjang suatu organisasi serta
penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Kenichi Ohmae. (1982:91) mendefinisikan
strategi sebagai upaya organisasi untuk membedakan dirinya secara
positif dari para pesaingnya dengan menggunakan kekuatan organisasi
untuk dapat memenuhi pelanggan dengan lebih baik.
Learned,
Christensen, Andrews, dan Guth dalam J. Salusu (2004:90) mengangga
strategi sebagai pola tujuan, maksud, sasaran, dan kebijaksanaan umum
serta rencana-rencana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Sedangkan
J. Salusu (2004:101) mendefinisikan strategi sebagai suatu seni
menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai
sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam
kondisi yang paling menguntungkan.
Jenis-jenis Strategi
Menurut David (2004:231) strategi dapat dibedakan atas 5 jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Strategi Integrasi.
Integrasi
ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal kadang semuanya
disebut sebagai integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal
memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para distributor, pemasok,
dan / atau pesaing.
2. Strategi Intensif.
Penetrasi
pasar, dan pengembangan produk kadang disebut sebagai strategi intensif
karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan
perusahaan dengan produk yang ada hendak ditingkatkan.
3. Strategi Diversifikasi.
Terdapat
tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik,
horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau jasa baru, namun masih
terkait biasanya disebut diversifikasi konsentrik. Menambah produk atau
jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut
diversifikasi horizontal. Menambah produk atau jasa baru yang tidak
disebut diversifikasi konglomerat.
4. Strategi Defensif.
Disamping
strategi integrative, intensif, dan diversifikasi, organisasi juga
dapat menjalankan strategi rasionalisasi biaya, divestasi, atau
likuidasi. Rasionalisasi Biaya, terjadi ketika suatu organisasi
melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan aset untuk
meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang menurun. Kadang
disebut sebagai strategi berbalik (turnaround) atau reorganisasi,
rasionalisasi biaya dirancang untuk memperkuat kompetensi pembeda dasar
organisasi. Selama proses rasionalisasi biaya, perencana strategi
bekerja dengan sumber daya terbatas dan menghadapi tekanan dari para
pemegang saham, karyawan dan media.
5. Strategi Umum Michael Porter.
Menurut
Porter, ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi
memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi,
dan fokus. Porter menamakan ketiganya strategi umum. Keunggulan biaya
menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat
rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. Diferensiasi
adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang
dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang
relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Fokus berarti
membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah
kelompok kecil konsumen.
Strategi Manajemen Perubahan
Ada
beberapa jenis strategi manajemen perubahan untuk menghadapi perubahan.
Jenis-jenis strategi manajemen perubahan antara lain adalah :
1. Political strategy : Pemahaman mengenai struktur kekuasaan yang terdapat dalam sistem sosial.
2.
Economic Strategy : Pemahaman dalam memegang posisi pengaturan sumber
ekonomik, yaitu memegang posisi kunci dalam proses perubahan berencana.
3.
Academic Strategy : Pemahaman bahwa setiap manusia itu rasional, yaitu
setiap orang sebenarnya akan bisa menerima perubahan, manakala kepadanya
disodorkan data yg dapat diterima oleh akal sehat (Rasio).
4. Enginering Strategy : Pemahaman bahwa setiap perubahan menyangkut setiap manusia.
5. Military Strategy : Pemahaman bahwa perubahan dapat dilakukan dengan kekerasan/ paksaan.
6.
Confrontation Strategy : Pemahaman jika suatu tindakan bisa menimbulkan
kemarahan seseorang, maka orang tersebut akan berubah.
7. Applied behavioral science Model : Pemahaman terhadap Ilmu perilaku.
8.
Followship Strategy : Pemahaman bahwa perubahan itu dapat dilakukan itu
dapat dilakukan dengan mengembangkan prinsip kepengikutan.
Selasa, 19 September 2017
Home »
Manajemen Perubahan
» Manajemen Perubahan - Menghadapi Perubahan yang Berkelanjutan
0 komentar:
Posting Komentar